Seharusnya saya terlebih dahulu meneruskan posting tentang perjalanan rekreasi kami ke Malang - Batu... tapi gara - gara menonton Assalamu'alaikum Beijing semalam, hari ini saya membeli 3 buku karya Asma Nadia
Niat awal saya sih pingin beli buku karya Asma Nadia yang " Assalamu'alaikum Beijing " karena biarpun saya sudah menonton filmnya, tapi karena greget yang saya rasakan kurang mengena di hati, terasa ada beberapa hal yang lemah dan plot yang melompat, biarpun at the end, film ini bagus .... jalan ceritanya bagus, kuat dan terasa mengalir ( well, this movie successfully has made my dear hubs cried ... ;-p ) masih banyak meninggalkan ganjalan di kepala saya, sampai saya tidak sempat menangis mengikuti ceritanya ( ngareeeppp siiihhh .... kan kesannya mellow galau getooohhh ). Hal ini mendorong saya untuk bertekad mencari bukunya supaya bisa membaca secara lengkap sebenarnya bagaimana sihh jalan ceritanya. Memang saya sadar bahwa kerap kali film yang diangkat dari buku biasanya kalau tidak agak menyimpang dari ceritanya ya banyak sekuens sekuens yang dipotong untuk memenuhi durasi yang normal dari sebuah film. Dan untuk penikmat buku seperti saya, hal - hal ini terasa mengganggu karena bagaimanapun jalan cerita yang terpotong itu terasa penting untuk membangun alur cerita.. well, at least that for me.Plus, plot nya masih logislaahhh kalau ceritanya masih berkisah pada kehidupan sehari hari atau sekalian saja mengkhayalnya jangan tanggung tanggung .. macem Harry potter atau Twilight gitu laahh.
Tapi ternyata keberuntungan belum berpihak pada dirikyu ini, karena pada saat sore hari ini, saya berkeliling toko buku yang ada di mal dekat rumah kami, saya tidak mendapati buku itu, menurut mbak - mbak penjaga mesin kasir, buku itu sudah habis (mungkin efek dari filmnya yang sedang ditayangkan maka orang berduyun duyun membelinya, seperti saya ..>_< ). Tapi rasanya sayang kalau saya tidak membeli apa2, jadilah saya pulang dengan menenteng 5 buah buku baru, 3 diantaranya buku karya Asma Nadia yang lain.
Saya memilih buku Sakinah Bersamamu untuk dibaca pertama kali, karena kenapa yaaaahhh .... mungkin karena saya sudah berkeluarga cukup lama jd lebih merasa ada koneksi antara ceritanya dengan kehidupan saya sehari hari atau saya ingin mengambil hikmah dari rangkaian cerita yang tersusun di dalamnya. Entahlah , yang pasti saya memilih untuk membuka plastik buku itu dan mulai membacanya setelah sebelumnya berencana untuk membuka buku tentang traveler terlebih dahulu.
Sebenarnya saya belum selesai membaca buku ini, tapi saya betul - betul tergelitik untuk menulis sesuatu yang berkaitan dengan buku ini. Bukan, saya tidak ingin berkomentar mengenai bagaimana jitunya Asma Nadia memilih tema tema dalam buku ini, tidak juga ingin mengomentari bagaimana ringan namun berbobotnya isi tulisannya (dalam setiap akhir bab, Asma Nadia seperti memberikan pemahaman atau menjadi konsultan keluarga tentang bagaimana menyikapi cerita dalam bab itu). Saya yakin, semua juga sudah faham kalau Asma Nadia termasuk di dalam deretan penulis yang bermutu pada era saat ini. Saya hanya ingin bercerita, bagaimana baru setengah selesai membaca buku saja sudah membuat saya nyengir, ingin menangis dan berpikir pada saat bersamaan. That's the effect of this book for me.
Ada banyak cerita yang disajikan oleh penulis dalam buku yg banyak mengambil tema tema yg terasa dekat dengan kehidupan sehari hari dalam rumah tangga dimana saya merasa terhubung dengannya. Diantaranya membahas tentang miskomunikasi antara suami dan istri yg berujung pd ngambek istri yg berkepanjangan, cerita tentang bagaimana fikiran seorang istri yg dihantui oleh bayangan ketakutan dalam benaknya bahwa suaminya berselingkuh, tentang seorang ibu yg sepertinya bosan dengan kehidupan di rumah yg ingin mencari pekerjaan di luar rumah, tentang clbk, tentang reuni, tentang bayangan masa lalu yg kembali berkelebat dalam ingatan, tentang kecilnya hati seorang istri karena penampilannya yg berubah atau tentang isi kepala suami manakala melihat istrinya yg seperti tidak mengupgrade dirinya selama bertahun tahun pernikahan, tentang selingkuh dan yg paling mengena adalah tentang cinta sejati atau lebih pada bagaimana kita menyikapi apa sih cinta sejati itu.
Menarik sekali bagaimana jalan cerita dalam setiap bahasan dirangkai dengan kata kata yang sederhana, tidak terkesan menggurui namun mengena. Membuat setiap kali saya selesai membaca 1 bahasan, saya berhenti sejenak untuk merefleksikan hal itu pada kehidupan kami.
Seperti pembahasan tentang Ngambek, yang bercerita tentang seorang istri yang bernama Indah yang merasa bahwa suaminya (Ryan) tidak perhatian pada dirinya yang berujung pada ngambeknya sang istri. Pertama, Indah ngambek gara - gara Ryan menegur istri tersayang karena kebanyakan ngegosip yang gak jelas sehingga Indah melakukan gerakan tutup mulut seharian sampai malam, tapi berakhir bete karena sepulang kantor suaminya malah langsung tidur. Kedua, Indah kembali ngambek lagi karena Ryan tanpa sadar mencela istrinya yang sedikit menggendut perutnya, akibatnya Indah ngambek ngga makan seharian tapi malah ditinggal mancing sama suaminya. Yang terakhir, Indah ngambek karena dalam kondisi desepedo krn salah potong rambut ternyata suaminya malah menertawakannya, sampai Indah memutuskan untuk tidur dalam keadaan pakai jilbab selama 3 malam berturut turut tapi tetheuuuppp lhooo ngga ngaruh sama suaminya, atau setidaknya dalam pikiran Indah, semua yang dia lakukan tidak ada efek ke suaminya dan betapaaaaaa tidak perhatiannya sang suami padanya.
Saya langsung ngakak begitu selesai membaca cerita ini, because this was happened in my life. Ada masa - masa dimana saya merasakan apa yang Indah rasakan. Terutama pada awal - awal pernikahan kami atau ketika saya sedang sensitif. Rasanya suami itu ngga pengertian banget sih sama istrinya ini yang lagi merasa there is something wrong in my life ... Saya juga mengalami pada saat ngambek ternyata saya dicuekin sama suami sampai saya nangis bombay saking kesalnya saya gitu lhooo.. sampe nangis - nangis aja suami ngga ngeh, pdhal saya jarang nangis (duluuuuuu... sekarang mah cengeng , wakakakak ). Tapi, sekarang sih sudah ngga lagi ^_*.
Saya sudah mencapai titik kulminasi dimana pada akhirnya saya memahami, bahwa bukannya suami saya tidak perhatian, tapi memang ada beberapa hal yang dia ngga mengerti kenapa hal itu menjadi masalah untuk saya sementara untuk dia seharusnya tidak masalah... dan itu membingungkan dia kalo saya berulah seperti itu.
Itu membuat saya sekarang lebih fokus pada hal - hal yang prinsip sajalah, terutama yang berkaitan dengan keimanan kami, kesetiaan kami, kejujuran dan tanggung jawab, sepanjang itu terpenuhi, yang lain sudahlaaahhh.... that's part of me accepting my husband. Termasuk ketika kemarin, yang seharusnya hari tersebut istimewa untuk saya krn dihari itulah saya dilahirkan dan saya bermaksud untuk mensyukurinya dengan makan bersama keluarga di luar rumah, tapi ternyata malam sebelumnya suami saya malah berencana pergi memancing dan meminta saya saja yang mengantar keluarga ke tempat yang dituju, Gubrakkk deeehhhhh, saya cuma menghela nafas, menata hati sebelum akhirnya bereaksi .. "ya gak bisa lah yaahh, kan besok ibu ulang tahun, masak ayah ngga ada, kan gak lucu istrinya ultah n makan bareng tp suaminya malah mancing". Dan dari raut wajah yang tergambar dihadapan saya cukup untuk membuat saya sadar bahwa suami lupa kalo istrinya ulang tahun besok..... haaissssssshhhh ..!!!! Tapi apakah itu menjadi alasan saya ngambek, hehehe... ngga lah, malas aja ngambek - ngambek kalo bukan disebabkan hal yang prinsip, udah capek hati ngga ngepek juga.
Tapi memaaangggg pengertian itu memang tidak bisa instan didapat dalam kehidupan perkawinan, karena sayapun mengambil sikap seperti itu setelah bertahun - tahun kami menikah .. lebih tepatnya sih pasrah ajaaa, Hahaha ....
Seperti pembahasan tentang Ngambek, yang bercerita tentang seorang istri yang bernama Indah yang merasa bahwa suaminya (Ryan) tidak perhatian pada dirinya yang berujung pada ngambeknya sang istri. Pertama, Indah ngambek gara - gara Ryan menegur istri tersayang karena kebanyakan ngegosip yang gak jelas sehingga Indah melakukan gerakan tutup mulut seharian sampai malam, tapi berakhir bete karena sepulang kantor suaminya malah langsung tidur. Kedua, Indah kembali ngambek lagi karena Ryan tanpa sadar mencela istrinya yang sedikit menggendut perutnya, akibatnya Indah ngambek ngga makan seharian tapi malah ditinggal mancing sama suaminya. Yang terakhir, Indah ngambek karena dalam kondisi desepedo krn salah potong rambut ternyata suaminya malah menertawakannya, sampai Indah memutuskan untuk tidur dalam keadaan pakai jilbab selama 3 malam berturut turut tapi tetheuuuppp lhooo ngga ngaruh sama suaminya, atau setidaknya dalam pikiran Indah, semua yang dia lakukan tidak ada efek ke suaminya dan betapaaaaaa tidak perhatiannya sang suami padanya.
Saya langsung ngakak begitu selesai membaca cerita ini, because this was happened in my life. Ada masa - masa dimana saya merasakan apa yang Indah rasakan. Terutama pada awal - awal pernikahan kami atau ketika saya sedang sensitif. Rasanya suami itu ngga pengertian banget sih sama istrinya ini yang lagi merasa there is something wrong in my life ... Saya juga mengalami pada saat ngambek ternyata saya dicuekin sama suami sampai saya nangis bombay saking kesalnya saya gitu lhooo.. sampe nangis - nangis aja suami ngga ngeh, pdhal saya jarang nangis (duluuuuuu... sekarang mah cengeng , wakakakak ). Tapi, sekarang sih sudah ngga lagi ^_*.
Saya sudah mencapai titik kulminasi dimana pada akhirnya saya memahami, bahwa bukannya suami saya tidak perhatian, tapi memang ada beberapa hal yang dia ngga mengerti kenapa hal itu menjadi masalah untuk saya sementara untuk dia seharusnya tidak masalah... dan itu membingungkan dia kalo saya berulah seperti itu.
Itu membuat saya sekarang lebih fokus pada hal - hal yang prinsip sajalah, terutama yang berkaitan dengan keimanan kami, kesetiaan kami, kejujuran dan tanggung jawab, sepanjang itu terpenuhi, yang lain sudahlaaahhh.... that's part of me accepting my husband. Termasuk ketika kemarin, yang seharusnya hari tersebut istimewa untuk saya krn dihari itulah saya dilahirkan dan saya bermaksud untuk mensyukurinya dengan makan bersama keluarga di luar rumah, tapi ternyata malam sebelumnya suami saya malah berencana pergi memancing dan meminta saya saja yang mengantar keluarga ke tempat yang dituju, Gubrakkk deeehhhhh, saya cuma menghela nafas, menata hati sebelum akhirnya bereaksi .. "ya gak bisa lah yaahh, kan besok ibu ulang tahun, masak ayah ngga ada, kan gak lucu istrinya ultah n makan bareng tp suaminya malah mancing". Dan dari raut wajah yang tergambar dihadapan saya cukup untuk membuat saya sadar bahwa suami lupa kalo istrinya ulang tahun besok..... haaissssssshhhh ..!!!! Tapi apakah itu menjadi alasan saya ngambek, hehehe... ngga lah, malas aja ngambek - ngambek kalo bukan disebabkan hal yang prinsip, udah capek hati ngga ngepek juga.
Tapi memaaangggg pengertian itu memang tidak bisa instan didapat dalam kehidupan perkawinan, karena sayapun mengambil sikap seperti itu setelah bertahun - tahun kami menikah .. lebih tepatnya sih pasrah ajaaa, Hahaha ....
Lalu adalagi cerita tentang Reuni dan minder di hati..
Jadi ada seorang Ibu rumah tangga, Mutiara namanya yang mendapat undangan reuni yang menurutnya datang pada saat yang tidak tepat, maksudnya undangan reuni itu datang pada saat dirinya sedang tidak merasa maksimal jadi dia merasa rendah diri dan maju mundur dalam membuat keputusan mau datang atau tidak ke acara reuni tersebut. Bahkan setelah seluruh anggota keluarganya mendukungpun terasa masih ada rasa yang gimanaaaa gitu, sampai - sampai seluruh keluarganya ikut terlibat dalam mempersiapkan ibunda tercinta untuk hadir dalam reuni sekolah. Ada satu kalimat yang terngiang di benak saya waktu salah satu putranya tiba - tiba nyeletuk di tengah persiapan bundanya ... " Jadi Bunda takut kelihatan tidak cantik dibandingkan yang lain ?" .. Ya, betapa saya langsung tertohok oleh pernyataan itu.
Saya memang tidak pernah datang ke acara reuni sekolah atau reuni kuliah, karena saya tidak merasa nyaman di dalamnya. Saya hanya datang ke acara reuni teman kampus atau teman - teman sekolah yang dekat saja dengan saya, yang saya kenal betul mereka dari awal sebagaimana mereka kenal betul siapa saya pada saat itu dan saya yakin bahwa tidak ada yang berubah dari pertemanan kami selain rambut yang mulai beruban dan badan yang melebar >_< . But, I still see them as the same friends I used to know back then. Apakah saya minder ?? rasanya tidak, karena Alhamdulillah saya tidak kurang dalam hal materi, saya masih menghasilkan / bekerja, posisi saya juga lumayan at least for me, saya merasa saya sama saja dengan kebanyakan mereka dalam hal itu.
Tapi toh hal itu tidak lantas membuat saya merasa ingin bergabung dengan reunion circle, karena dalam fikiran saya, I don't even know most of them, mereka hanya berupa wajah - wajah yang samar dalam ingatan saya, bukan wajah - wajah yang akrab. And what I hate from reunion is, when everyone is bragging on each other, gue beginilah, gue begitulah, anak gw beginilah, anak gw begitulah, and so on yang rasanya makin lama makin naek aja tuh omongan... Plis dehh, I'm not interesting with what you wear, what you drive, where you've been gone and everything about your wealth, kecuali saya agen asuransi atau sales yang ingin memprospek konsumen... which I'm not.
Dan jadilah lingkaran pertemanan saya adalah lingkaran yang sangat kecil, tidak banyak teman yang dekat dengan saya, tapi biarpun begitu saya yakin mereka adalah orang - orang yang tulus berteman dengan saya, mereka orang yang bisa saya percayai. They won't betrayed me in every conditions. Saya tidak perlu khawatir ditinggalkan pada saat saya sedang susah, karena dasar pertemanan kami memang tidak pernah karena harta, tapi karena kesamaan dalam memandang dan menikmati hidup.
Kami dekat secara hati, biarpun kami tidak setiap saat saling menghubungi, bahkan ada waktunya sampai berbulan bulan kami tidak saling bertukar kabar. Tapi hal itu tidak lantas membuat kami jauh, karena pada saat kami bertemu waahhhh..... masing - masing lupa sama umur yang sudah menginjak kepala 4 ini, lupa pada posisi di kantor yg kerap kali membuat kita harus menjaga jarak, lupa kalau sebagian dari kami istri dan ibu, rasanya seperti masih belum lama kami berpisah. Obrolan, celaan, candaan seperti mengalir tidak berhenti dan waktu rasanya berjalan cepat kalau kami berkumpul. Tapi di sela sela obrolan kami, tidak pernah ada satu kalipun kami memamerkan apa yang kami punya. Kalaupun ada bahasan tentang jabatan, barang, itu lebih berupa diskusi, seperti kalau ada teman yang mengeluhkan betapa sejak jabatannya meninggi dia makin sulit mencari teman, kami mengerti dan memberikan support sebisanya. Atau waktu ada teman yang sedang mencari rumah, mobilkah, masukan - masukan dari kami lebih bersifat obyektif, yang memang diperlukannya untuk membantu mengambil keputusan.
Kemudian ada lagi cerita tentang seorang ibu yang sepertinya jenuh dengan rutinitasnya sebagai seorang ibu rumah tangga, yang kemudian mengambil keputusan untuk bekerja di luar rumah tentunya dengan ijin suami dan dukungan anak - anak. Tapi ternyata setelah dijalani beberapa lama, sang Bunda seperti tersadar bahwa jalan yang diambilnya memberikan dampak lain baik untuk dirinya sendiri ataupun kehidupan di rumah. Betapa ia yang terbiasa di rumah setiap waktu harus berkutat dengan susahnya mencari angkot pulang, belum lagi macet di jalan yang membuat ia nyaris selalu datang terlambat ke rumah dan artinya terlambat juga menyiapkan makanan untuk keluarganya. Ini membuat sang bunda berpikir, apa yang sebenarnya ia cari dari keputusannya untuk bekerja ..............???
Saya termenung cukup lama, pada saat membaca alinea terakhir dari cerita ini. Sebagai seorang Ibu yang bekerja saya merasakan hal - hal yang dituliskan. Saya juga pernah berfikir sebenarnya apa yang saya cari dengan keputusan saya untuk bekerja....
Hanya berbeda dari sang bunda dalam cerita, saya tidak pernah mengalami fase berhenti bekerja dan menjadi ibu rumah tangga. Dari sejak saya mulai masuk dunia kerja di tahun 1999, sampai dengan saat ini saya tidak pernah memutuskan untuk berhenti bekerja dulu untuk membesarkan anak anak dan kemudian bekerja lagi.
Setelah difikirkan, saya bekerja saat ini lebih karena ingin punya penghasilan sendiri siihhh ... rasanya kalau saya 100% bergantung pada suami itu bagaimanaa yahhh ?? gak enak banget. Nanti kalau kurang kemudian saya minta tambahan, bisa - bisa dianggap merepotkan sekali bolak balik minta. Belum lagi kalau saya ingin memberikan sesuatu untuk orang tua, walah ... rasanya gak berdaya banget yah.
Actually its related to my dignity, sepertinya menyedihkan untuk saya kalau saya menggantungkan seluruh hidup saya pada kebaikan hati suami. Bukan maksud saya mengecilkan peran suami, bukan bangetttt .... I am lucky to have a kind hearted husband, saya yakin suami saya akan berusaha sebaik mungkin sebagai suami untuk memenuhi kebutuhan keluarga kami. But I am not that kind of woman that all depend on her husband.
Lagipula, kontribusi saya di dalam keuangan rumah tangga cukup besar, sudah mencapai 40% dari total pendapatan rumah tangga. Sehingga apabila saya berhenti bekerja, efek yang ditimbulkan juga cukup besar. At least, kemudahan dan fasilitas yang tidak primer yang biasanya ada harus kami kalkulasi kembali. Kalau ada yang berkata, ya coba saja berdagang dulu. Hmm.... berdagang itu tidak mudah ya ... saya sudah mencobanya, tetap akan membutuhkan waktu sehingga penghasilan yang di dapatkan menjadi sebesar penghasilan saya sekarang. Apalagi kalau modal pas - pas an, waahhhhhh berapa tahun saya harus merintisnya sebelum saya mendapatkan hasil yang saya harapkan. Memang tidak apple to apple , dimana mana juga semua harus dari kecil hingga menjadi besar yah. Tapi untuk saya, lebih mudah dan nyaman untuk tetap bekerja.
Kalau ditanya, bagaimana dengan anak - anak dan urusan rumah tangga ?? Sekali lagi saya harus bersyukur .... bersyukur karena kantor saya yang masih 1 kawasan dengan rumah membuat waktu tempuh ke kantor hanya 5 menit dengan kendaraan, yang artinya saya baru berangkat kantor setelah anak - anak berangkat sekolah dan saya sudah di rumah sebelum jam 6 sore. Belum lagi keberadaan ayah dan ibu saya yg sekarang tinggal satu komplek membuat saya makin tenang, karena ada kakek dan nenek yang mengawasi anak anak di rumah.... kurang ajar banget ya saya, dulu waktu kecil dirawat ortu, sekarang setelah punya anak masih juga minta dirawat anaknya .. hehehe.. Apakah dengan demikian saya bisa maksimal sebagai orang tua, istri dan anak .... Ya, tidak juga sihhh ... saya jarang masak di rumah, kecuali untuk makan anak - anak waktu sore. Malah seringnya anak - anak makan di rumah mbah nya. Kalau untuk suami, lebih praktis sepertinya saya tanya saja suami mau makan apa, habis itu beli deh .... qiqiqiqi..yang penting kan menyediakan toohh ... alesaaannn..
Yang penting suami saya tidak keberatanatau terpaksa karena keadaan dan anak - anak tetap mencari saya sebagai ibunya biarpun kadang saya tidak menyuapi lagi mereka... >_<
Jadi ada seorang Ibu rumah tangga, Mutiara namanya yang mendapat undangan reuni yang menurutnya datang pada saat yang tidak tepat, maksudnya undangan reuni itu datang pada saat dirinya sedang tidak merasa maksimal jadi dia merasa rendah diri dan maju mundur dalam membuat keputusan mau datang atau tidak ke acara reuni tersebut. Bahkan setelah seluruh anggota keluarganya mendukungpun terasa masih ada rasa yang gimanaaaa gitu, sampai - sampai seluruh keluarganya ikut terlibat dalam mempersiapkan ibunda tercinta untuk hadir dalam reuni sekolah. Ada satu kalimat yang terngiang di benak saya waktu salah satu putranya tiba - tiba nyeletuk di tengah persiapan bundanya ... " Jadi Bunda takut kelihatan tidak cantik dibandingkan yang lain ?" .. Ya, betapa saya langsung tertohok oleh pernyataan itu.
Saya memang tidak pernah datang ke acara reuni sekolah atau reuni kuliah, karena saya tidak merasa nyaman di dalamnya. Saya hanya datang ke acara reuni teman kampus atau teman - teman sekolah yang dekat saja dengan saya, yang saya kenal betul mereka dari awal sebagaimana mereka kenal betul siapa saya pada saat itu dan saya yakin bahwa tidak ada yang berubah dari pertemanan kami selain rambut yang mulai beruban dan badan yang melebar >_< . But, I still see them as the same friends I used to know back then. Apakah saya minder ?? rasanya tidak, karena Alhamdulillah saya tidak kurang dalam hal materi, saya masih menghasilkan / bekerja, posisi saya juga lumayan at least for me, saya merasa saya sama saja dengan kebanyakan mereka dalam hal itu.
Tapi toh hal itu tidak lantas membuat saya merasa ingin bergabung dengan reunion circle, karena dalam fikiran saya, I don't even know most of them, mereka hanya berupa wajah - wajah yang samar dalam ingatan saya, bukan wajah - wajah yang akrab. And what I hate from reunion is, when everyone is bragging on each other, gue beginilah, gue begitulah, anak gw beginilah, anak gw begitulah, and so on yang rasanya makin lama makin naek aja tuh omongan... Plis dehh, I'm not interesting with what you wear, what you drive, where you've been gone and everything about your wealth, kecuali saya agen asuransi atau sales yang ingin memprospek konsumen... which I'm not.
Dan jadilah lingkaran pertemanan saya adalah lingkaran yang sangat kecil, tidak banyak teman yang dekat dengan saya, tapi biarpun begitu saya yakin mereka adalah orang - orang yang tulus berteman dengan saya, mereka orang yang bisa saya percayai. They won't betrayed me in every conditions. Saya tidak perlu khawatir ditinggalkan pada saat saya sedang susah, karena dasar pertemanan kami memang tidak pernah karena harta, tapi karena kesamaan dalam memandang dan menikmati hidup.
Kami dekat secara hati, biarpun kami tidak setiap saat saling menghubungi, bahkan ada waktunya sampai berbulan bulan kami tidak saling bertukar kabar. Tapi hal itu tidak lantas membuat kami jauh, karena pada saat kami bertemu waahhhh..... masing - masing lupa sama umur yang sudah menginjak kepala 4 ini, lupa pada posisi di kantor yg kerap kali membuat kita harus menjaga jarak, lupa kalau sebagian dari kami istri dan ibu, rasanya seperti masih belum lama kami berpisah. Obrolan, celaan, candaan seperti mengalir tidak berhenti dan waktu rasanya berjalan cepat kalau kami berkumpul. Tapi di sela sela obrolan kami, tidak pernah ada satu kalipun kami memamerkan apa yang kami punya. Kalaupun ada bahasan tentang jabatan, barang, itu lebih berupa diskusi, seperti kalau ada teman yang mengeluhkan betapa sejak jabatannya meninggi dia makin sulit mencari teman, kami mengerti dan memberikan support sebisanya. Atau waktu ada teman yang sedang mencari rumah, mobilkah, masukan - masukan dari kami lebih bersifat obyektif, yang memang diperlukannya untuk membantu mengambil keputusan.
Kemudian ada lagi cerita tentang seorang ibu yang sepertinya jenuh dengan rutinitasnya sebagai seorang ibu rumah tangga, yang kemudian mengambil keputusan untuk bekerja di luar rumah tentunya dengan ijin suami dan dukungan anak - anak. Tapi ternyata setelah dijalani beberapa lama, sang Bunda seperti tersadar bahwa jalan yang diambilnya memberikan dampak lain baik untuk dirinya sendiri ataupun kehidupan di rumah. Betapa ia yang terbiasa di rumah setiap waktu harus berkutat dengan susahnya mencari angkot pulang, belum lagi macet di jalan yang membuat ia nyaris selalu datang terlambat ke rumah dan artinya terlambat juga menyiapkan makanan untuk keluarganya. Ini membuat sang bunda berpikir, apa yang sebenarnya ia cari dari keputusannya untuk bekerja ..............???
Saya termenung cukup lama, pada saat membaca alinea terakhir dari cerita ini. Sebagai seorang Ibu yang bekerja saya merasakan hal - hal yang dituliskan. Saya juga pernah berfikir sebenarnya apa yang saya cari dengan keputusan saya untuk bekerja....
Hanya berbeda dari sang bunda dalam cerita, saya tidak pernah mengalami fase berhenti bekerja dan menjadi ibu rumah tangga. Dari sejak saya mulai masuk dunia kerja di tahun 1999, sampai dengan saat ini saya tidak pernah memutuskan untuk berhenti bekerja dulu untuk membesarkan anak anak dan kemudian bekerja lagi.
Setelah difikirkan, saya bekerja saat ini lebih karena ingin punya penghasilan sendiri siihhh ... rasanya kalau saya 100% bergantung pada suami itu bagaimanaa yahhh ?? gak enak banget. Nanti kalau kurang kemudian saya minta tambahan, bisa - bisa dianggap merepotkan sekali bolak balik minta. Belum lagi kalau saya ingin memberikan sesuatu untuk orang tua, walah ... rasanya gak berdaya banget yah.
Actually its related to my dignity, sepertinya menyedihkan untuk saya kalau saya menggantungkan seluruh hidup saya pada kebaikan hati suami. Bukan maksud saya mengecilkan peran suami, bukan bangetttt .... I am lucky to have a kind hearted husband, saya yakin suami saya akan berusaha sebaik mungkin sebagai suami untuk memenuhi kebutuhan keluarga kami. But I am not that kind of woman that all depend on her husband.
Lagipula, kontribusi saya di dalam keuangan rumah tangga cukup besar, sudah mencapai 40% dari total pendapatan rumah tangga. Sehingga apabila saya berhenti bekerja, efek yang ditimbulkan juga cukup besar. At least, kemudahan dan fasilitas yang tidak primer yang biasanya ada harus kami kalkulasi kembali. Kalau ada yang berkata, ya coba saja berdagang dulu. Hmm.... berdagang itu tidak mudah ya ... saya sudah mencobanya, tetap akan membutuhkan waktu sehingga penghasilan yang di dapatkan menjadi sebesar penghasilan saya sekarang. Apalagi kalau modal pas - pas an, waahhhhhh berapa tahun saya harus merintisnya sebelum saya mendapatkan hasil yang saya harapkan. Memang tidak apple to apple , dimana mana juga semua harus dari kecil hingga menjadi besar yah. Tapi untuk saya, lebih mudah dan nyaman untuk tetap bekerja.
Kalau ditanya, bagaimana dengan anak - anak dan urusan rumah tangga ?? Sekali lagi saya harus bersyukur .... bersyukur karena kantor saya yang masih 1 kawasan dengan rumah membuat waktu tempuh ke kantor hanya 5 menit dengan kendaraan, yang artinya saya baru berangkat kantor setelah anak - anak berangkat sekolah dan saya sudah di rumah sebelum jam 6 sore. Belum lagi keberadaan ayah dan ibu saya yg sekarang tinggal satu komplek membuat saya makin tenang, karena ada kakek dan nenek yang mengawasi anak anak di rumah.... kurang ajar banget ya saya, dulu waktu kecil dirawat ortu, sekarang setelah punya anak masih juga minta dirawat anaknya .. hehehe.. Apakah dengan demikian saya bisa maksimal sebagai orang tua, istri dan anak .... Ya, tidak juga sihhh ... saya jarang masak di rumah, kecuali untuk makan anak - anak waktu sore. Malah seringnya anak - anak makan di rumah mbah nya. Kalau untuk suami, lebih praktis sepertinya saya tanya saja suami mau makan apa, habis itu beli deh .... qiqiqiqi..yang penting kan menyediakan toohh ... alesaaannn..
Yang penting suami saya tidak keberatan
masih banyak lagi cerita yang ada dalam buku Sakinah Bersamamu tapi kalau saya bahas 1 per satu bisa2 kebanyakan tulisannya nih di blog ini bosen aja bacanya.. cape juga ngetik n mikirnya, saya memang belum selesai membacanya tapi saya yakin buku ini akan membawa pencerahan kepada kita untuk mulai merenungkan dan merefleksikan nilai - nilai positif yang kita dapatkan sebagai salah satu masukan dalam kita mengarungi bahtera rumah tangga yang insya Allah berujung pada surgaNya, amiin ....
Nb : saya menskip membaca bab yang berkaitan dengan anak - anak, terutama yang membahas tentang bagaimana akibatnya jika kita misbehave terhadap anak - anak kita. Saya tidak kuat, baru membaca sedikit saja, saya langsung berurai air mata, karena saya sering merasa bersalah pada anak - anak untuk tidak menjadi perfect mom for them. I just keep trying to become "their mom" TT_TT
Akhir kata, semoga bermanfaat ya ...